KOMPAS.COM/M SUPRIHADI
Tiga keluarga tinggal di kolong Jembatan Kali Sunter di kawasan Cipinang Muara, Durensawit, Jakarta Timur, Kamis (3/12). Setiap kali permukaan air naik, mereka segera meninggalkan bedengnya dan naik ke jembatan.
Tidak sedikit pula yang terpaksa mengokupasi lahan-lahan marginal seperti bantaran kali, jalur hijau, samping rel, kolong tol, rawa-rawa, dan sebagainya. Bahkan, tidak jarang pula yang terpaksa tinggal di kolong-kolong jembatan, yang tentu saja tidak sehat.
Di kolong Jembatan Cipinang Indah, Jakarta Timur, misalnya, ada tiga keluarga yang menempati sebuah bangunan yang lebih mirip kandang ayam. Bangunan itu bentuknya seperti para-para terbuat dari potongan-potongan kaso dengan "dinding" tripleks dan kain spanduk. Panjangnya sekitar 10 meter, dan lebarnya tak sampai dua meter. Gelagar beton bentangan jembatan sebagai atapnya.
Menurut warga sekitar, tiga keluarga itu sehari-hari bekerja sebagai pemulung. Mereka biasa membawa hasil pulungannya ke "gubug" itu dan kemudian memilah-milahnya. Sisa pulungan yang dianggap tak laku dijual itu kemudian dijual begitu saja.
Lalu bagaimana kalau air di Kali Sunter naik? Mereka biasa "mengungsi" ke kampung di atasnya, tinggal di emperan rumah warga atau di atas jembatan.
Kali Sunter selama ini memang sering meluap. Kali yang tak seberapa besar itu kalau banjir bisa nggilani. Sebab, kali yang berhulu di kawasan Cimanggis, Depok, itu di musim hujan selalu menyebabkan banjir di sepanjang daerah alirannya, seperti Pondokgede/Lubang Buaya, Halim, Jatiwaringin, Kampung Makassar, Cipinang Indah, dan Pondokbambu. Setelah bergabung dengan Kali Cipinang, kali itu bisa menyebabkan banjir luar biasa di Kelapa Gading/Sunter.
SUMBER : KOMPAS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar